Kasus tragis yang melibatkan seorang pengusaha kuliner di Sumenep, HP (47), baru-baru ini menjadi sorotan. HP ditangkap oleh pihak kepolisian setelah dilaporkan memperkosa seorang siswi berusia 17 tahun. Modus operandi yang digunakan oleh pelaku adalah mengajak korban untuk membuat konten endorse produk makanan dari usahanya.
Kasus ini bermula pada Senin malam, 29 Juli 2024, ketika korban, yang tertarik pada dunia endorse dan konten kreatif, menghubungi HP. Dalam pesan singkat yang dikirimkan, korban menanyakan mengenai pembuatan konten terkait menu masakan Jepang yang menjadi salah satu produk unggulan dari usaha kuliner milik HP. Merespons pesan tersebut, HP lantas memutuskan untuk menuju tempat kos korban, dengan maksud untuk membicarakan lebih lanjut rencana pembuatan konten tersebut.
Namun, apa yang seharusnya menjadi diskusi tentang kerja sama pembuatan konten berubah menjadi mimpi buruk bagi korban. Sesampainya di tempat kos korban, HP mengusulkan untuk mencari tempat yang lebih sepi guna melakukan rekaman suara (dubbing) untuk konten yang akan dibuat. Dengan dalih profesionalisme, HP mengajak korban ke sebuah hotel, yang menurutnya merupakan tempat yang lebih nyaman untuk melakukan proses dubbing.
Korban, yang merasa curiga dengan ajakan tersebut, menolak untuk pergi ke hotel. Meskipun demikian, HP tetap berusaha meyakinkan korban, dan akhirnya mereka sepakat untuk melakukan proses dubbing di kamar kos korban. Tanpa disadari, keputusan ini justru menjadi awal dari tragedi yang menimpa korban.
Saat berada di dalam kamar kos, HP mulai menunjukkan niat jahatnya. Dengan memanfaatkan situasi dan kepercayaan yang telah diberikan oleh korban, HP memaksa korban untuk melakukan hubungan badan. Ia menggunakan janji-janji manis dan iming-iming pekerjaan sebagai endorsement untuk membujuk korban, namun pada akhirnya korban menjadi korban pemerkosaan.
Setelah mengalami peristiwa mengerikan tersebut, korban merasa sangat terpukul dan tidak terima dengan apa yang telah terjadi. Dengan keberanian yang besar, korban memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Laporan resmi diajukan ke Polres Sumenep pada tanggal 31 Juli 2024, dan segera setelah itu, penyelidikan intensif pun dimulai.
Wakapolres Sumenep, Kompol Trie Sis Biantoro, menjelaskan bahwa setelah menerima laporan dari korban, pihak kepolisian segera melakukan tindakan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh korban dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, polisi berhasil menangkap HP di rumahnya yang terletak di Kecamatan Kalianget, Sumenep.
Kini, HP telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) dan atau 82 ayat (1) Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan undang-undang ini, pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dikenai hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara serta denda hingga Rp 5 miliar.
Kasus ini menyoroti betapa rentannya anak-anak dan remaja terhadap kejahatan seksual, terutama ketika mereka berinteraksi dengan orang yang lebih tua atau yang memiliki posisi kekuasaan. Modus yang digunakan oleh HP, yaitu memanfaatkan tawaran pekerjaan dan janji-janji manis, menunjukkan bagaimana pelaku kejahatan bisa menggunakan berbagai cara untuk memanipulasi dan memanfaatkan korbannya.
Selain itu, kasus ini juga menekankan pentingnya edukasi dan kesadaran di kalangan anak-anak dan remaja tentang bahaya yang mungkin mengintai mereka, bahkan dalam situasi yang tampaknya aman. Kewaspadaan harus selalu dijaga, terutama ketika berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal dengan baik, meskipun orang tersebut memiliki status atau reputasi yang baik.
Dari sisi penegakan hukum, kasus ini menjadi ujian bagi pihak kepolisian dan sistem peradilan untuk memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Hukuman yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Di samping itu, dukungan psikologis dan emosional bagi korban juga sangat penting untuk membantu mereka pulih dari trauma yang dialami. Proses pemulihan ini membutuhkan waktu dan dukungan dari keluarga, teman, serta masyarakat agar korban dapat kembali menjalani kehidupan mereka dengan normal.
Kasus ini juga menjadi peringatan bagi para pelaku usaha dan individu dengan pengaruh atau kekuasaan bahwa posisi mereka tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain, terutama anak-anak dan remaja yang masih sangat rentan.
Dengan penegakan hukum yang tegas dan kesadaran yang terus ditingkatkan, diharapkan kejahatan seksual seperti ini dapat diminimalisir, dan anak-anak serta remaja dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terlindungi dari segala bentuk ancaman kejahatan seksual.